Menu

Home My Profile Super Junior jKT48

Selasa, 06 Maret 2012

cerpen: MASALAH SEPELE, menganggu percintaanku!!!

sorry kalo cerpen nya masih kaku, emang sih!! ini kisah nyata.. gue ambil dari kisah temen gue gan. jadi silahkan baca...

MASALAH SEPELE!!! MENGANGGU PERCINTAANKU

 
Kringgg.. Kring.. Kring.. Suara jam beker membangunkanku dari mimpi indahku.
“Hoaammm…Apaa? Sekarang jam 6? Aku telat” aku terkejut saat melihat jam ku, buru-buru aku menuju kamar mandi dan langsung bersiap-siap berangkat menuju sekolah baruku.
Hari ini hari pertama aku bersekolah di  RSMABI  Negri Parigi yang memang jauh dari tempat tinggalku. Aku benci hari ini. Hari ini aku harus menuruti kemauan senior-seniorku membawa tas dengan kantong kresek, memasang pita di jilbabku itu sungguh sangat memalukan. Orang-orang dijalanan menatapku tajam antara mau tertawa atau menganggapku anak muda yang gila.
“Pak, pak jangan ditutup dulu ya pak.. Aku mohon !!” penjaga sekolah itu hendak menutup gerbang sekolah, aku memohon-mohon agar beliau membukakannya untukku dan aku berhasil merayunya haha
Banyak siswa baru yang sama sepertiku, sama-sama gila memakai benda-benda yang sangat merusak pemandangan di tubuhku. Tak satupun dari anak-anak itu yang aku kenal. Tak ada teman SMP yang satu sekolah denganku. Aku hanya sendiri melamun ditemani rumput-rumput yang bergoyang disebalahku. Tiba-tiba seseorang dating dan duduk disampingku
“Hai ! Sendirian aja nih bolehkan aku duduk disini?” Seseorang meminta ijin untuk duduk disampingku
Aku menatapnya dari atas hingga bawah. “Bukannya dia sudah duduk disampingku? Kenapa harus meminta ijin? Bodohh!!” batinku sinis,  tetapi tetap ku tampakkan senyumku yang manis itu. Dia hanya tersenyum menatapku tajam  seperti sedang membaca pikiranku saat ini. Aku hanya membalas senyuman kecil
“Namaku Alya Sabila, kamu siapa?” dia menjulurkan tangannya
“Hai Alya, aku Rasya Aprillia. Senang berkenalan denganmu ” aku membalas jabatan tangannya sedikit menampakkan senyum dari wajahku
Aku tak menyadari ternyata Alya teman sekelasku. Aku sungguh masa bodoh terhadap disekitarku sampai-sampai aku tak tahu siapa-siapa teman sekelasku. Alya anak yang cukup baik, cantik, manis, pintar pula tapi tak lebih dariku HAHAHA. Aku rasa Alya akan menjadi teman baikku di sekolah baruku ini, dialah orang pertama yang mengajakku berkenalan, mengajakku ke kantin, mengajakku keliling-keliling sekolah.
“Sya, ke kantin yuk! Aku laper nih!” ajak Alya sambil menarik-narik tanganku
Aku langsung berdiri sambil mengikutanya dari belakang. Saat aku membeli roti ku melihat seorang lelaki manis, tinggi, tapi tidak terlalu rapi karena ada suatu benda yang sangat menganggu, sama seperti anak-anak lainnya termasuk aku.
Masa-masa orientasi siswa telah berakhir, aku sangat gembira akhirnya aku terlepas dari sengatan-sengatan senior menyebalkan itu! Kuikuti ekstrakulikuler karate karna banyak manfaat yang tersirat dari organisasi itu. Memang membuatku jadi capek, nambah hitam pula, tapi karna karate aku bisa melihat lelaki yang kutemukan saat aku membeli roti di kantin bersama Alya. Kutatap dari jauhan tapi dia tak pernah menatapku balik, mungkin hanya sebuah harapan kosong  yang aku dapatkan. Bertemu saja sangat jarang apalagi bisa mengobrol bersama dia. Sekarang aku tahu siapa nama lelaki manis itu, Galang Lihartuna Ramadhan, ya lelaki manis itu bernama Galang. Kalau saja aku bertegur sapa dengannya akan ku panggil dia Galih singkatan dari namanya.
Hari ini hari yang melelahkan. Tak ada semangat untuk latihan karate lagi. Kuputuskan untuk segera ke kantin mengisi perutku yang sudah berteriak-teriak sejak latihan tadi. Aku merasa saat ini aku bermimpi berseblahan dengan Galih. Galih berdiri disampingku sambil memilih-milih roti yang akan dibelinya. Aku memilih untuk diam agar aku tak salah tingkah. Tapi tiba-tiba dia mengajakku berbicara
“Eh, teteh anak Karate kan?” Galih mengajakku berbicara
“Hmm, i..i..iya” jawabku terbata-bata terlihat sekali bahwa aku salah tingkah dihadapannya
Dia hanya senyum lalu pergi bersama teman-temannya. Ya Tuhan senyuman itu muncul lagi dibenakku, aku tak bias menghapus senyumannya dari pikiranku. Galih, jangan salahkan aku jika dirimu selalu ada di pikiranku. Apa kau tak capek mondar-mandir dipikiranku? Apa kau tak bosan selalu ada dibenakku? Galih, kau telah menyiksa dirimu sendiri!
Aku berbagi tentang perasaanku pada sahabatku, Alya.  Alya tertawa mendengar celotehanku yang sangat tidak masuk akal ini. Baru beberapa kali bertemu tetapi langsung suka, tapi Alya sangat mendukung perasaanku terhadap Galih.
Tempat favoritku di sekolah yaitu tangga menuju kantin. Tak tahu mengapa aku sangat menyukai tempat ini, padahal tempat ini sepi karena anak-anak lebih suka menuju kantin lewat jalan depan dibandingkan tangga ini. Seseorang memegang pundakku refleks aku membalikkan badanku untuk mengetahui siapa yang memegang pundakku itu.
“Hm..Hm…Teh, aku suka sama teteh.” Seseorang menyatakan perasaanya langsung dihadapanku
Aku hanya mengucapkan “Makasih” sambil tersenyum salah tingkah
Dia meneruskan pembicaraanku dengan terbata-bata “Teteh mau ngga..jadi pacar aku?”
Jleb!! Hati aku terpanah oleh panah asmara dia. Aku menatapnya tajam, tak percaya oleh kata-kata Galih yang baru saja disebutkan olehnya. Aku harus menjawab iya karena inilah moment yang sangat aku tunggu. Lidahku keluh, sulit untuk menjawab iya, mau, I want, tentu saja aku mau, atau semacamnya. Sontak aku berteriak “Iya aku mau”, dia yang mendengar jawabanku langsung melompat-lompat kegirangan. Alya dan teman-teman Galih bertepuk tangan dengan meriahnya. Aku masih tak percaya dengan kata-kata dia tapi aku berusaha meyakinkan diriku sendiri. Dia berhenti dai lompatan-lompatannya, menatapku tajam lalu berkata
“Makasih ya, Sya udah mau jadi cewekku”
Aku hanya tersenyum.  Hatiku meledak,  Jantungku berdetak sangat cepat,  kakiku lemas. Ya Tuhan terimaksih atas pengabulan do’aku selama ini. Kau mendengar do’a-do’aku. Tak henti-hentinya ku ucapkan rasa syukurku kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bersyukurlah kepada Tuhanmu atas segala nikmat yang telah Ia berikan kepadamu, berdo’alah hanya kepada-Nya, Tuhan mendengar do’a-do’amu.
Satu yang sangat disayangkan dari semua ini, jarak antara kelasku dan kelasnya sangat jauh sehingga aku dan Galih jarang bertemu . Mungkin Tuhan memberikan arti sesungguhnya apa itu rindu. Galih hanya berusaha mampir kekelasku dan duduk-duduk di depan kelasku berdua bersamaku. Dia selalu bercerita apa yang ia alam.  Aku merasa tenang saat Galih bersamaku, duduk berdua seperti ini didepan kelas, dibawah pohon yang besar. Aku mendengarkan keluh kesahnya, kukira Galih satu rumah dengan orang tuanya ternyata tidak, orang tuanya di Jakarta sibuk dengan pekerjaannya, kakaknya, Raihan di Bandung sibuk dengan usaha distronya, adik satu-satunya tinggal bersama neneknya, di Jakarta tetapi jauh dari orang tuanya, sedangkan Galih sendiri dititipkan di asrama yang tak cukup jauh dari sekolah. Hanya membutuhkan berjalan 20 menit dari asramanya menuju ke sekolah. Aku jadi iba mendengar cerita tentang keluarga Galih yang menurutku kurang harmonis. Dia anak yang pintar, taat pada agama, baik pula tetapi disisi lain dia anak yang sangat egois mungkin faktor dari keluarganya yang kurang perhatian terhadap dirinya. Galih bukan hanya sekedar pacarku tetapi dia sahabatku yang selalu mengingatkan ketika aku lupa, menasehati ketika aku butuh nasehatnya, memaafkanku ketika aku berbuat kesalahan.
Empat bulan aku jalani hubungan dengannya. Terkadang aku cemburu melihat Galih yang dekat dengan kakak kelas, Kak Nurul tapi memang itulah sifat Galih yang dekat dengan semuanya entah itu guru, teman-temanku, dan kakak kelas. Kulihat dari belakang dia sedang asyik mengobrol dengan Kak Nurul, bercerita tentang guru Seni Budaya yang sangat menyebalkan. Aku tak berani menganggu Galih dan kak Nurul yang sedang asyik berbicara.
Keesokan harinya, aku mendengar bahwa Galih dipanggil oleh guru Bimbingan Konseling, aku takut Galih kenapa-napa. Keringat dinginku mulai jatuh menghiasi wajahku, tak tahu kenapa aku sangat khawatir  padanya, perasaanku sungguh tak enak. Galih meminta tolong Alya untuk memanggilkanku , mungkin dia ingin bercerita tentang terpanggilnya ia oleh guru BK. Seperti biasa kami duduk dibawah pohon besar didepan kelasku. Dia mulai bercerita, sengaja aku tak memulai pembicaraan biarkan dia yang memulai berbicara.
“Sya, tadi aku dipanggil guru BK sama guru Seni Budaya, pak Rusman. Beliau tahu gunjinganku terhadapnya, beliau mendengarnya dari seorang kakak kelas yang dekat denganku. Pak Rusman marah. Beliau nggak mau maafin saya, sebagai hukumannya aku ngga boleh mengikuti pelajaran beliau selama 3 tahun dan itu sama saja aku ngga bakal dapet nilai Seni Budaya dari beliau.” Galih bercerita panjang lebar .
Aku tertegun mendengar pernyataannya, kusembunyikan embun kecil dari mataku agar tak jatuh dihadapannya. Aku kesal dengan Kak Nurul, ingin ku beri pelajaran, tapi aku hanya adik kelas. Aku tak tahu harus bicara apa pada Galih. Aku iba, aku berfikir bagaimana seandainya aku berada diposisinya saat ini.
“Sabar ya Galih.” Hanya kata itu yang dapat aku keluarkan dari mulutku ini
Galih hanya mengangguk, dia terlihat tegar meski kutahu perasaannya bimbang. Kusuruh dia menuju musholla untuk sholat duha agar perasaannya lebih tenang. Galih menuruti perintahku, aku kembali ke kelas dengan perasaan yang tak menentu. Pacarku yang sahabatku juga dilanda cobaan yang sangat menentukan masa depannya. Kalau begini, Galih akan susah untuk masuk Universitas kelak nanti. Aku berdo’a untuknya agar selalu sabar dan tetap tawakal.
Malamnya Galih seperti biasa selalu SMS aku untuk mengetahui keadaanku
“Sya, sibuk ngapain? Udah sholat Isya belum? Sholat dulu, baru SMSan.” Dia selalu mengingatkanku akan hal ini.
“Hmm, ini baru selesai sholat. Lagi baca buku, Lih. Jangan lupa berdo’a ya!” aku hanya bisa membalas itu
Galih tak membalas SMS dariku. Ku maklumi dia mungkin perasaannya tak menentu sama sepertiku.
Seperti biasa Galih selalu mengajakku duduk di bawah pohon yang rindang itu. Kali ini kumulai berbicara padanya
“Lih, kenapa sih kalau kamu ngobrol sama aku, pasti kamu ngga ngeliat ke aku? Kamu selalu menunduk.” Aku bertanya seperti itu karna aku penasaran mengapa ia tak pernah memandangku
“Kalau aku natap mata kamu, aku ngga kuat. Hati aku pasti luluh, maka dariitu aku selalu menunduk” jawaban Galih berhasil membuat bulu romaku merinding. Aku kaget dengan jawaban yang keluar dari mulutnya. Memang selama ini dia tak berani menatapku secara langsung, menatap saja tak berani, apalagi memegang tanganku hanya sebatas jalan bareng itupun ketika pulang sekolah saja, duduk berdua di bawah pohon besar. Kali ini dia melihat ke wajahku sebentar lalu menunduk lagi seperti biasa
“Kamu tuh pakai jilbab, tapi rambutnya keliatan. Sama aja boong, Sya! Ayo benerin dulu!” dia menyuruhku membetulkan jilbabku yang terlihat sedikit terdapat rambutku.
Aku pun langsung membetulkan jilbabku. Tak terasa bel menunjukan berakhirnya istirahat. Aku menyuruh Galih segera masuk kekelasnya. Kulihat Galih enggan pergi, tapi kupaksa dia.
Kulihat dia berdiri didepan gerbang sekolah, dia menungguku. Kami berdua sudah terbiasa seperti ini pulang sekolah berdua sambil bercerita-cerita. Dia sedekit melupakan masalahnya. Saat ia sedang asyik bercerita, aku tersandung dan hampir terjatuh. Dia yang melihatku tersandung tertawa puas, tertawa diatas penderitaan orang lain. Dia mengambil HP-nya yang ada disakunya lalu memberikannya padaku sambil berkata
“Waktu malem aku SMS-an sama cewek lho! Mau liat ngga?” tawar dia. Dia memang egois, tak memikirkan perasaan orang lain. Aku mulai kesal sontak aku merebut HP dari tangannya. Kubaca SMS-SMS nya ternyata dia SMS-an dengan mantan kekasihnya, Wulan.
“Galih, kamu tau ngga sih perasaan saya dikaya giniin?” aku berbicara lirih
“Emang penting?” Jawab Galih enteng. Benar-benar tak memikirkan perasaan orang lain
Dia mulai berbicara lagi, kini mulai serius, hening, perasaanku tak enak.
“Sya, tadi kak Raihan dateng. Kak raihan udah tau semuanya, tapi mama dan papa belum tahu. Kak Raihan sempat marah gara-gara kelakuanku yang seperti anak kecil ini.”
Aku tak menjawab apa-apa. Aku marah pada Kak Nurul yang sudah membeberkan semua ini tapi aku juga kesal dengan kelakuan Galih, memang Galih salah. Ah, aku tak tahu. Aku bingung.
Galih memang anak yang aneh. Mengapa dia tetap berteman dengan Kak Nurul yang sudah membuat dirinya jatuh kedalam jurang?
“Hey kak! Kemana aja kamu?” sapa Galih pada Kak Nurul. Aku sedikit kesal
“Hahahah.. Musuhan lo sama Pak Rusman? Lu sih, Gal nyari masalah sama gue!” jawaban Kak Nurul seperti orang yang tak punya dosa. Dasar pengadu domba!!
Galih hanya menanggapinya seperti biasa. Memang benar-benar aneh dia!
Hari ini ada acara pelantikan organisasi dan seluruh siswa kelas X harus menginap disekolah. Ini sungguh sangat menyiksa diriku. Malam yang dingin membuatku tak nyaman, tapi malah aku tidur dibawah yang hanya beralaskan tikar. Kudengar suara sesorang berjalan mendekatiku lalu ia berkata
“Sya, jangan tidur dibawah. Dingin, Sya. Nanti kamu bisa masuk angin. Ayo pindah keatas!” Galih menyuruhku pindah keatas, tapi aku tak menghiraukannya
Galih kembali lagi dan menyuruhku seperti itu lagi. Kali ini aku mengalah. Aku harus menuruti perintahnya.
Kini badanku bau wangi, aku sudah rapi. Tiba-tiba Galih menarik tanganku kedepan kelas dan meyuruhku duduk dibawah pohon besar itu. Matanya terlihat menyimpan embun kecil. Sesaat aku lupakan masalahnya dengan Pak Rusman, sekarang dia kembali membicarakan masalah itu lagi.
“Sya, kamu tau kan disini banyak guru yang medukung aku. Kata mereka aku hebat bisa berbicara seperti itu kepada Pak Rusman, tapi kalau aku mau cari aman, kata mereka aku harus pindah sekolah karna itu untuk masa depan aku. Papa mamaku juga udah tau tentang ini dan mereka dengan segera memindahkanku dari sekolah ini. Aku akan ikut  Mama Papa dan tinggal di Jakarta bukan di Banten lagi. Aku sadar mama papa sayang banget sama aku mereka ngga mau masa depanku hancur cuma gara-gara satu nilai. Yang mau aku tanyain apa kamu sanggup pacaran dengan jarak jauh seperti ini?” Pernyataan-pernyataan yang keluar dari mulutnya membuat aku ingin menjatuhkan embun kecil ini. Ku dengar suara isaknya ketika ia menyatakan tentang itu. Aku tak tega memandang ke wajahnya.
Aku langsung menjawab “Aku ngga sanggup.”
“Ya udah kita putus. Jangan nangis, Sya.” Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Sesak dalam dada. Dia pergi ninggalin aku sendirian. Saat itu juga air mataku berjatuhan. Aku berusaha tegar, sabar. Manamungkin aku melupakan kenangan-kenangan indahku bersamanya. Itu sangat sulit bagiku
Semenjak aku putus dengannya aku tak bertemu dia lagi. Aku rindu akan perintah-perintahnya,  aku rindu akan nasehat-nasehatnya. Aku berjalan sendirian menuju tangga tempat kesukaanku disekolah, Aku melarang Alya untuk ikut denganku. Aku ingin sendiri, Alya memakluminya. Kulihat kebawah tangga ada Galih sedang menghadangku
“Hayo..Hayoo mau kemana sang mantan? Tadi gimana ulangan kimia nya?” dia memanggilku sang mantan
“Hmm.. Alhamdulillah gampang.” Jawabku dengan salah tingkah
“Syukurlah. Belajar yang rajin ya, Sya!” Dia mengingatkanku dan mennylentik hidungku lalu pergi bersama teman-temannya. Inilah kebiasaan dia yang sangat aku rindukan yaitu menylentik hidungku memang agak sakit.
Banyak teman-temanku yang sangat menyayangkan ini. Aku mendapat celotehan dari mereka yang katanya sangat disayangkan hubungan ini. Padahal udah serasi banget, ungkap mereka saat tahu aku dan Galih putus.
Galih tetap SMS, dia memanggilku dengan sebutan sang mantan lagi. Dia mengungkapkan  bahwa dia masih sangat menyayangiku. Aku juga mengakuinya. Galih akan pindah setelah ulangan semester nanti. Kita masih saling menyayangi, tapi aku tak sanggup dengan jarak. Aku terkalahkan oleh jarak. Asalkan kau tahu, Galih aku takkan sanggup melupakan ataupun membuang kenangan-kenangan manis, pahit kita. Semoga kita dipertemukan kelak nanti !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar